Mataram NTB – Konflik internal di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB berlanjut. Bahkan, Sekretaris PHDI NTB nonaktif, Ir I Komang Rena, SE., MSc., MPd bersama tim berencana akan menggelar aksi besar-besaran. Sebab menurutnya, SK pemberhentiannya sebagai Sekretaris PHDI NTB cacat hukum dan sarat kepentingan politis.
“Awalnya saya justru tidak tahu adanya SK pemecatan saya sebagai Sekretaris PHDI, justru saya tahunya dari teman yang mendapat salinan SK tersebut, ” ujar Komang Rena dengan nada bingung.
Baca juga:
Laka Lantas Kembali Terjadi di Lombok Tengah
|
Menurutnya, jika penyebab dirinya diberhentikan sebagai Sekretaris PHDI NTB lantaran sempat masuk dalam salah satu partai politik, baginya sudah tidak ada masalah. Sebab sesaat setelah dilantik menjadi Sekretaris PHDI NTB, dirinya sudah mengundurkan diri dari perpolitikan.
“Surat pengunduran diri saya dari partai ada dan sudah ditandatangani ketua DPD. Masa itu yang menjadi persoalan? Saya kira itu hanya mencari-cari alasan saja, ” gumamnya.
Ketua PHDI NTB Diminta Mundur
Dugaan arogansi pimpinan PHDI NTB juga dibenarkan Ketua Prajaniti Hindu Indonesia Lombok Barat, I Made Diata SH. Dia menjelaskan, PHDI adalah lembaga keagamaan pengayom ummat. Dari itu, sebagai pimpinan, seharusnya berlaku bijak dalam mengambil kebijakan.
“Harusnya sebagai ketua, Bapak Ida Made Santhi Adnya, SH., MH harus belaku bijaksana. Beliau harusnya sebagai mediator, bukan sebagai provokator, ” katanya lantang.
Menurutnya pula, sosok pimpinan PHDI, Ida Made Santhi Adnya harusnya mengakui jika melakukan kesalahan.
“Jangan melakukan pembenaran diri. Kalau salah minta maaf sebenarnya. Sebab kalau saya lihat ya, Ketua PHDI ini memimpin lembaga seperti memimpin PT ya. Main pecat saja. Mundur aja dulu, belajar dulu. Gampang kok jadi orang pinter, tapi menjadi orang yang bijak itu yang sulit, ” paparnya.
Made Santhi: Bukan Dipecat, Tapi digeser jabatannya oleh PHDI Pusat
Sementara Ketua PHDI NTB, Ida Made Santhi SH., MH yang dikonfirmasi terpisah menegaskan tidak pernah belaku arogan kepada siapapun. Selama ini, dirinya mengaku bersikap proporsional dan profesional.
“Saat dilantik 2019 lalu, kita tidak mengetahui ternyata beliau (Komang Rena, red) itu adalah pengurus Partai Demokrat. Nah sedangkan di ADART jelas diterangkan dalam Pasal 27 ayat 3 bahwa pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), yakni ketua sekretaris dan bendahara dilarang menjadi pengurus partai politik. Tidak lama, keluarlah SK dari pusat yang ditandatangani oleh ketua. Intinya, Pak Komang Rena ini bukan diberhentikan pak, bukan. Tapi digeser menjadi Wakil Ketua Bidang Keagamaan dan Spiritualitas Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia NTB, ” jelasnya.
Mengenai surat pengunduran diri Komang Rena dari partai politik kata Made Santhi, belum diterimanya hingga saat ini.
“Bukan hanya Pak Komang Rena, tapi beberapa pengurus yang tidak aktif ya kita juga harus tegas. Saya punya hak prerogatif, karena saya ibaratnya sebagai nahkoda sebuah kapal Pak, ” jelas dia.
Lantas jika memang benar Komang Rena sudah keluar dari partai politik bisa kembali menjadi Sekretaris PHDI NTB?
“Itu kan urusan pusat. Mainnya di pusat, ” ketusnya.
Kemudian ditanya prihal selain menjadi Ketua PHDI namun di satu sisi menjadi advokat, dia menjawab sah-sah saja. Sebab PHDI itu milik umat, dan advokat adalah profesi.
“Tidak ada aturan seperti itu dalam ADART. Contoh saja itu, Nelson Mandela. Beliau juga lawyers, ” ketusnya.
Selanjutnya adanya rencana aksi besar-besaran untuk meminta dirinya mundur sebagai Ketua PHDI NTB, dirinya justru mempersilakan. Sebab baginya, Negara sudah memberikan ruang untuk setiap warga Negara menyuarakan aspirasinya.
“Ya silakan saja. Sering saya meladeni hal semacam itu. Lagian itu justru menaikkan elektabilitas dan popularitas saya secara gratis, ” sebutnya sembari tersenyum tipis.(Adbravo)